Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam

Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam

Perniagaan atau Jual beli adalah suatu usaha yang dihalalkan dalam islam, bahkan dapat dengan cara berniaga dapat menuai kekayaan materi.

Hal ini dadasari dengan hasil pendapatan dari perniagaan tidak bersandar pada jumlah tertentu, semakin meningkat jumlah penjualan maka semakin besar pula hasil yang didapat.

Berbeda halnya dengan pendapatan pekerja karyawan, jumlahnya sudah ditentukan setiap bulan. Seorang pekerja entah di perusahaan atau dipegawai pemerintahan adapun pendapatan yang mereka terima telah ditentukan setiap bulannya, kendatipun terdapat bonus atau tunjangan maka itu hanya diberikan pada waktu-waktu tertentu.

Konsep Riba dan Kredit

Selama tidak mengandung unsur riba, maka segala penjualan dihalalkan, namun jika ternyata terdapat pihak yang dirugikan dengan mekanisme yang tidak terbuka maka dapat dipastikan hal itu mengandung unsur riba.

Pengertian riba adalah pengambilan tambahan secara bathil berupa penambahan pada transaksi pertukaran/jual beli secara barter atau pun transaksi pinjam meminjam.

Untuk dapat memahami konsep riba, tidak cukup hanya sekedar mengetahui defenisi dari riba itu sendiri, diperlukan ilustrasi atau contoh yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menuai pemahaman yang kongkrit.

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik menyebutkan, “Prinsip utama dalam riba adalah penambahan”.

Bagaimana dengan jual beli dengan sistem kredit.? apakah itu termasuk riba.?

Hal yang paling umum dipahami yang terjadi pada Jual beli kredit adalah, harga suatu barang dapat meningkat jika dilakukan dengan sistem angsur.

Artinya, terjadi peningkatan dari harga seharusnya.

Misalkan, sebuah mobil dihargai Rp 1.000.000 dalam transaksi cash atau pelunasan langsung, namun jika melalui sistem angsur maka harga mobil itu mengalami perubahan harga ke angka yang lebih tinggi, mungkin saja menjadi Rp 150.000.000 atau bahkan lebih, biasa tergantung jumlah masa angsuran.

Pada masa sekarang ini, masyarakat begitu gemar membeli barang dengan sistem angsuran, dimulai dari kendaraan, barang elektronik,perkakas rumah tangga, pakaian, perhiasan dan lain sebagainya.

Hal ini juga disambut baik kaum penjual, karena mereka juga diuntungkan dengan kenaikan harga dan pembeli merasa mendapatkan keringanan.

Tidak jarang orang berkata, kredit adalah sistem yang sangat membantu mewujudkan keinginan untuk membeli suatu barang, andai saja tidak ada sistem kredit maka barang itu hampir mustahil untuk dapat dibeli.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: Barangsiapa menjual dua transaksi dalam satu transaksi, maka kerugiannya atau riba”. (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Baihaqi)

Dapat dimaknai bahwa jual beli dengan transaksi kenaikan harga karena disebabkan unsur kredit angsuran maka kelebihan harga itu dapat dinyatakan riba.

Ada Cara Lain Untuk Menghindari Riba

Hukum kredit dapat dikategorikan halal dalam islam selama akad jual beli dilakukan langsung oleh penjual atau pemilik barang dan pembeli. 

Namun dalam melakukan kredit atau angsuran, ada beberapa hal yang diperhatikan supaya tidak terjebak dalam jerat riba. 

Kredit yang dibolehkan dalam agama islam.

1. Barang dikredit bukan termasuk barang riba

Seperti uang, emas, perak kurma, gandum, garam, dan bahan makanan sejenisnya. Barang-barang jenis ini harus dijual dan dibeli secara tunai, tidak boleh dikredit.

Hal ini tertuang dalam hadits Nabi 

Menukarkan emas dengan emas, perak dengan perak, gandum burr dengan gandum burr, gandum sya’ir dengan gandum sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam adalah termasuk akad riba, kecuali dengan dua syarat: sama ukurannya dan dilakukan secara tunai (cash). Namun, Jika jenisnya berbeda (dan masih dalam satu kelompok) maka tukarlah sekehendakmu dengan satu syarat, yaitu harus diserahkan secara tunai. (HR Muslim, No. 1587)

2. Tidak ada pihak yang merasa dirugikan

Hal ini harus dipastikan, dimana pembeli terkadang merasa diberatkan dengan ketetapan tertentu, jika itu terjadi dan pembeli merasa dirugikan maka transaksi ini bukan sesuatu yang dihalalkan

3. Barang yang dikredit adalah milik sendiri

Kredit kendaraan seperti sepeda motor, mobil dan lain sebagainya tidak boleh dikaitkan dengan pihak ketiga, artinya segala tanda kepemilikan seperti surat-surat BPKP /STNK merupakan miliki penjual

4. Besarnya jumlah angsuran harus jelas

Kenapa kredit sering dikaitkan dengan riba, karena sering terjadi perubahan harga pada masa angsuran, hal ini kerap terjadi di instansi konvensional

5. Waktu Pembayaran Angsuran Jelas

Segala ketentuan harus jelas, waktu atau masa pengangsuran dan pelunasan

6. Jika pembayaran terlambat, tidak boleh ada denda

Kredit yang dihalalkan tidak mengandung unsur denda, kendatipun pembeli tidak mematuhi angsuran pada waktu yang ditetapkan

7.  Kenaikan harga tidak boleh berlebihan

Seperti mematok harga kredit 2 kali lipat lebih mahal dari harga barang aslinya. Hal ini tentu akan merugikan pembeli dan menzalimi orang lain.

Dalam hal ini sebenarnya tidak diperbolehkan terdapat kenaikan harga dengan alasan karena menerapkan sistem pengangsuran. Si penjual harus menetapkan harga dengan menyediakan layanan angsuran/kredit

Artinya tidak ada terdapat pilihan, jika membeli dengan cara cash harganya sekian, jika membeli dengan cara kredit harganya sekian. hal ini tidak diperbolehkan.

8. Harus ada akad yang sah dalam hukum jual beli

Kredit dapat dikategorikan transaksi jual beli secara hutang. Oleh karena itu, harus ada kesepatakan atau akad jual beli antara dua belah pihak dan terdapat kesepakatan bersama.

Posting Komentar untuk "Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam"